Sabtu, 22 Maret 2014

Review : 300 Rise of an Empire (2014)


DATA FILM


Judul Film: 300 Rise of an Empire
Genre: Aksi, Perang
Sutradara: Noam Murro
Produser: Zack Snyder, Mark Canton, Bernie Goldmann
Produksi: Warner Bros. Pictures
Bahasa: Inggris
Durasi: 100 menit

PEMERAN UTAMA

  • Eva Green sebagai Artemisia 
  • Jamie Blackley sebagai Calisto 
  • Sullivan Stapleton sebagai Themistocles 
  • Rodrigo Santoro sebagai Xerxes 
  • Andrew Tiernan sebagai Ephialtes 
  • Callan Mulvey sebagai Scyllias

SINOPSIS


300: Rise of an Empire akan mengisahkan tentang sosok Jenderal Themistokles (Sullivan Stapleton) yang berniat menyatukan seluruh kerajaan di Yunani. Kali ini sang Jenderal akan menghadapi sosok komando wanita laut Persia yang paling ditakuti Artemisia (Eva Green) yang bertekad menghancurkan Yunani.
Xerxes (Rodrigo Santoro) yang baru saja menaklukan Sparta pimpinan Raja Leonidas (Gerard Butler) menyaksikan armada pimpinan Artemisia berperang melawan armada pimpinan Themistokles. Pertempuran laut yang kolosal dan sadis akan menentukan nasib masa depan kerajaan Yunani.

REVIEW


Pada paruh awal, penonton dihadapkan pada prolog menarik yang menjelaskan asal mula Xerxes, dan juga latar belakang Artemesia. Setelah tahap itu berakhir, Noam Murro tak tanggung-tanggung untuk menyajikan sederetan baku hantam pedang dalam perang epik antara pasukan Yunani dan Persia yang maha dahsyat. Adegan battle slow motion dibalut dengan special effect yang cantik dan sangat menghibur dalam suasana apocalypse-nya. Hanya saja, cipratan darah balutan CGI tampak sedikit tidak terlihat meyakinkan. Karena ini film tentang perang, tentu akan banyak adegan-adegan yang tak patut untuk dilihat penonton usia kecil. Ya, 300: Rise of an Empire memang benar-benar memanjakan penonton usia dewasa. Segala teknik-teknik perang beserta koreografinya, hingga kehancuran besar terlihat begitu rapi sehingga menyenangkan untuk diikuti. Bahkan, sebagian besar setting perang epik ini berlokasi di tengah-tengah lautan. Sungguh merupakan hal yang boleh dibilang jarang untuk ukuran film perang. Drama yang disajikan juga dalam porsi yang kecil sehingga nampak kokoh membuktikan bahwa 300: Rise of an Empire benar-benar sebuah film perang.

Film kedua dari film 300 ini sebetulnya adalah gabungan antara sekuel dan prekuel, menceritakan sejarah yang terjadi sebelum difilm 300 dan sesudahnya. Tidak adalagi King Leonidas sebagai tokoh utama karena telah digantikan oleh Themistokles seorang yang mengabdikan hidupnya untuk perang dan pelopor demokrasi. Walaupun difilm ini masih banyak kucuran darah saat adegan tebas-tebasan atau slow-motion saat adegan heroik tapi jika dibandingkan dengan film pertamanya akan sangat jauh hasilnya, karena adegan kucuran darah atau slow-motion difilm ini malah terkesan menjadi lebay padahal adegan pertarungannya malah terlihat biasa saja.

Hal yang membedakan dengan installment pendahulunya adalah tidak terlihat sedikitpun karismatik dalam karakter utamanya. Sullivan Stapleton sebagai Themistocles kurang berhasil memperlihatkan sosok heroik penuh pesona yang sebelumnya berhasil ditunjukkan Gerard Butler sebagai Raja Leonidas. Pun dengan Xerxes yang seharusnya menjadi sosok antagonis yang kejam nan mengerikan, hanya sebagai tempelan di 300: Rise of an Empire saja yang seakan menandakan bakal ditunjukkan dengan porsi yang lebih besar dalam installment berikutnya Justru sosok Artemesia yang terlihat menonjol disini. Performa Eva Green begitu kuat didukung dengan latar belakang yang juga begitu kelam sehingga melahirkan sosok mesin pembunuh dalam wujud seorang wanita. Tatapannya yang dingin berhasil melebur dengan karakterisasinya sebagai komandan paling mengerikan yang pernah dimiliki pasukan Persia. Terakhir, 300: Rise of an Empire adalah film yang memakai bagian-bagian yang pernah dimiliki pendahulunya, ditambah setting yang baru, kehancuran total yang luar biasa, dan sosok antagonis yang kuat berhasil menutupi segala kekurangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar